Memori Hitam



Tepat hari ini, ya tanggal 19 Desember, 4 tahun yang lalu. Tepat pada tanggal yang sangat mengenang itu, otakku tak berhenti memutar kembali kenangan-kenangan kita.
Aku kembali, ke tempat yang paling menyenangkan dan sekaligus menyedihkan buat kita. Ya.. Pantai. Tapi tidak, aku kesini tak sendirian lagi. Aku datang beramai-ramai bersama teman-teman satu angkatan dan adik-adikku tercinta. Ramai dan menyenangkan, bukan?
Hah! Itu klise..

Mungkin aku sedikit munafik dengan hari ini. Fisikku berekspresi senang, tapi batinku? Aku tersesat, di jalan kenangan kita, Sayang.
Ingin rasanya aku berteriak namamu. Tapi raga ini menolaknya. Tak kuasa menahan rasa sakit yang kualami. Akhirnya aku hanya bisa diam, terbelenggu oleh kenangan yang terus mengoyak pikiranku, semakin dalam dan semakin dalam.
4 tahun lalu, ya.. aku ‘meminangmu’ untuk menjadi belahan hatiku. Kau masih ingat? Di bawah pohon beringin yang rindang di sudut alun-alun kota, aku mengutarakan isi hatiku padamu. Bahkan kau sempat menondongkan sebuah janji kepadaku, “Jangan pernah ke lain hati, ya?”. Bagi orang lain yang melihat kita mungkin akan berkata, “Anak itu kesurupan kali, ya? Ngapain coba berduaan di bawah pohon beringin gitu. Kesambet baru tahu rasa!”.
Haha, itu konyol sekali!
Mungkin sebagian orang akan menyatakan cinta mereka diantara cahaya lampu yang glamour, suasana yang menentramkan hati, alunan musik romantis, dan gaya yang berkelas. Sedangkan aku? ‘Nembak’ kamu di bawah pohon beringin? Ga modal banget!
Gila? Itu hal yang paling menyenangkan buat aku! Kau tahu kenapa aku begitu senang? Aku mendapatkanmu!
Hantaman ombak di sela batu pemecah karang yang tepat berada di depan mataku, mampu membuyarkan itu semua. Tapi ombak lainnya datang, membawaku mengenang kejadian memilukan bagiku.
2 tahun yang lalu, kau memutuskan untuk mengakhiri segalanya. Segala yang pernah kita lalui ingin segara kau akhiri. Pantai, deruman ombak, Rajungan yang berlarian kesana dan kemari mencari makanan adalah saksinya. “Kita putus, ya.”
Aku kembali merenung. Mataku nanar memandang langit yang mulai terbakar dan mulai memerah. Teriakkan teman-temanku membuyarkan kenangan kita. “Oooiii Maooo!! Jangan loncat kalau lagi galauuu!!”. Haha, galau? Aku hanya bisa membalas teriakkan mereka dengan senyuman tipis di bibir ini.
Kulihat lagi laut biru itu. Ingatan ini masih kuat untuk dirasakan. 1.5 tahun yang lalu, kau mengajakku untuk balikan. Aku senang, senang sekali! Ingin rasanya aku memelukmu disaat kau menyatakan perasaanmu kembali kepadaku melalui WhatsApp. Kau tahu tidak, saat itu aku sedang dekat dengan wanita lain untuk mencari penggantimu, tapi dirimu mampu mengalihkanku dari pesona wanita itu. Kau memang hebat!
Kita sempat habiskan waktu kita lagi disaat hati ini terasa kosong tanpamu. Aku bahagia, sangat bahagia!
Tapi rasa itu cepat sekali memudar. 4 bulan yang lalu, kau kembali memutuskan untuk tidak mau lagi mengikat hati denganku. Aku galau, kau tahu itu? Ingin rasanya aku membalah lautan hanya untuk membuktikan rasa cintaku ini besar terhadapmu. Tapi apalah daya. Aku hanya manusia biasa, Sayang. Bukan manusia super! Dan kau bersikukuh dengan pendirianmu. Tanpa kau pandangi dan rasakan apa yang aku rasa selama ini untuk mempertahankanmu, disisiku.
Di hari ini, aku menulis. Aku kembali menulis namamu, tapi tidak untuk hatiku! Menulis nama di pasir ini, akan cepat terhapus oleh ombak. Menggulungnya ke daratan, dan menariknya kembali kedalam samudra yang luas. Aku ingin seperti ombak, yang menghapus bayang-bayangmu di hatiku, sama seperti nama yang kutulis di pantai ini. Ya, namamu.
“Sampaikan pada ombak, wakil Pimred! Jika kau menyampaikannya pada orang lain, akan ada masalah baru yang akan muncul. Dengan ombak, kau akan merasa lega!” ucap pimpinan redaksiku di majalah kampus, Neny.
Ya, aku takkan lagi mengusik kenangan ini. Biarlah kusimpan di tempat yang gelap, dari sisi gelapku. Tapi aku tahu satu hal, suatu saat kau akan kembali. Kembali mengoyak batinku, dikala aku sendiri seperti ini. Menoreh kembali luka-luka lama ini.
Terimakasih, atas segala yang kau berikan kepadaku. Suka, luka, duka, dan cintamu. Bahagialah dengan yang lain. Mungkin raga kurus ini tak mampu menjadi seseorang yang kau butuh. Aku tahu, kau harus bahagia, Wenny.. :)

1 komentar:

Arita Photography mengatakan...

Tulisan yg sangat bagus bro..
Semoga weni bisa baca..
Visit back http://ilhamabdii.blogspot.com

Posting Komentar

 
Copyright © Monyet Absurd